Minggu, 07 Juli 2013

Bahasa Pertama, Bahasa Kedua dan Bahasa Asing Dalam Proses Pembelajaran

oleh Fauzi Syamsuar, S.Pd. M.Hum
Dosen FKIP UIKA
Ayah dari Putera Rafa Syamsuar,
Siswa kelas 1 SDN Sukadamai 3 tahun ajaran 2013/2014

Saya, Fauzi Syamsuar, sekadar ingin berbagi pengetahuan berkait dengan bahasa yang seyogianya digunakan dalam proses pembelajaran.

Para pakar bahasa atau linguis mempercayai bahwa setiap manusia (termasuk anak, yakni yang merupakan manusia kecil) memiliki sebuah peranti khusus yang berada di dalam otak, yakni peranti pemerolehan bahasa. Peranti itulah yang memungkinkan anak memperoleh (bukan hanya belajar) bahasa. Dengan demikian, setiap anak sebenarnya siap untuk memperoleh bahasa; dalam hal ini, bahasa itu dapat berupa bahasa apa saja dan jumlahnya pun tidak terbatas pada satu bahasa. Dengan kata lain, anak siap untuk memperoleh dua atau lebih bahasa secara bersamaan (simultan).

Akan tetapi, secara sosial, biasanya ada sebuah bahasa yang menjadi bahasa dominan di lingkungan sosial si anak. Bahasa itulah yang dilabelisasi dengan BAHASA PERTAMA. Si anak akan menggunakan bahasa pertama itu sebagai media komunikasi dengan orang-orang di lingkungan sosialnya. Tentu saja, bahasa pertama itulah yang akan menjadi bahasa yang efektif dalam proses pembelajaran yang diperoleh si anak, baik informal maupun formal.

Bila ada istilah BAHASA PERTAMA, tentu ada istilah BAHASA KEDUA. Bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari secara sistematis dan berencana (bukan diperoleh secara alamiah seperti bahasa pertama). Yang menjadi bahasa pertama di Indonesia biasanya adalah bahasa daerah atau bahasa/dialek setempat, sedangkan yang menjadi bahasa kedua adalah bahasa Indonesia, yakni yang oleh linguis dilabelisasi dengan BAHASA INDONESIA BAKU. Dengan demikian, bahasa Indonesia Baku sebenarnya bukanlah bahasa pertama bagi para peserta didik di sekolah-sekolah Indonesia, melainkan bahasa kedua bagi mereka. Dengan demikian, para guru haruslah melakukan proses pembelajaran yang sistematis dan berencana ketika melatih peserta didik agar terampil berbahasa Indonesia.

Di samping bahasa pertama dan bahasa kedua, ada bahasa asing. Bahasa asing yang utama di Indonesia adalah bahasa Inggris, dan yang utama kedua tampaknya bahasa Arab. Dalam belajar bahasa asing, upaya yang harus dilakukan pendidik dan peserta didik tentunya harus lebih sistematis dan lebih berencana ketimbang bahas pertama dan kedua. Dengan upaya dimaksud, diharapkan peserta didik dapat memiliki keterampilan dalam menggunakan bahasa asing itu.

Berkait dengan pembelajaran sains dan matematika di sekolah formal, tentu saja bahasa pertama atau setidaknya bahasa kedualah yang seyogianya digunakan sebagai bahasa pengantar. Pendapat ini berkait dengan keefektifan yang akan didapat berdasarkan hakikat bahasa pertama dan bahasa kedua yang telah disebut di atas. Bila ada gagasan pengajaran sains dan matematika dalam bahasa asing, tentu itu pun tidak salah. Gagasan ini dapat berpijak pada konsep bahwa anak mempunyai peranti pemerolehan bahasa sehingga dapat memperoleh dan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bersamaan. Namun, penggunan bahasa asing dalam pembelajaran itu tentu tidak dapat dijadikan upaya yang bersifat utama dalam proses pembelajaran. Penggunaan bahasa asing itu hanya dapat dilakukan sebagai upaya plus (tambahan). Selain membuat peserta didik semakin memahami sains dan matematika, upaya ini akan membuat mereka lebih memiliki kesempatan untuk menggunakan bahasa asing; yang tentunya dengan bimbingan, arahan, dan contoh yang baik dan benar dari pendidik.

Perlu digarisbawahi bahwa dalam proses pemberian "pembelajaran tambahan" yang disampaikan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing si pengajar tentunya harus terampil dalam menggunakan bahasa asing itu agar ia dapat memberi contoh yang baik dan benar dalam menggunakan bahasa asing itu. Semoga saja SDN Sukadamai 3 dapat memiliki para guru yang terampil dalam menggunakan bahasa Inggris. Dengan demikian, jika SDN Sukadamai 3 memutuskan untuk memberikan proses "pembelajaran tambahan" sains dan matematika dalam bahasa Inggris, proses itu tidak akan menjadi praktik pembelajaran yang sia-sia; melainkan praktik pembelajaran yang menjadikan para peserta didik mendapat pembelajaran plus. Sebagai penutup, mari kita dukung upaya sekolah bersama-sama dengan komite sekolah untuk berupaya meningkatkan kualitas para guru di SDN Sukadamai 3; dan dalam konteks ini khususnya mutu pendidik yang akan memberikan proses "pembelajaran plus" yang dimaksud dalam tulisan ini.

Terima kasih atas perhatian Anda yang membaca tulisan saya ini. Semoga tulisan ini berguna bagi yang membacanya dan berguna bagi pengembangan SDN Sukadamai 3 sebagai tempat anak-anak kita memperoleh ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat. Amin ya Rabbal Alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda