Sabtu, 23 Februari 2013

Orang Tua Damai Menjalani Transisi Pasca RSBI, Kenapa Prof Rhenald Kasali, Ph.D Masih Galau ?

Di era keterbukaan informasi dan demokrasi sekarang wajar saja sebuah kebijakan dan keputusan menuai pro kontra di tengah masyarakat,termasuk sejak keluarnya putusanMK yang membatalkan pasal 50 ayat (3) tentang RSBI dalam UU Sisdiknas pada tanggal 8 Januari 2013 .

Meskipun sekolah eks RSBI dan orang tua murid sudah cerdas menyikapi ,  mampu menyesuaikan diri dengan kebijakan transisi pasca RSBI, dan rasanya tema putusan MK tersebut pun sudah  basi untuk dipolemikan, tapi ada saja pribadi , termasuk orang pintar sekaliber Prof Rhenald Kasali Ph.D yang masih galau dan sepertinya tak setuju program RSBI dihentikan .

Dua hari setelah keluarnya putusan MK, tak kurang 3 kolom pada hari yang berbeda ,Rhenald Kasali  menyentil tentang pembatalan program RSBI.Lucunya kolomnya tersebut bukan mengkhususkan pada tema kebijakan pendidikan ,atau RSBI, tapi tema perubahan yang menjadi trade mark aksi yang diusung Rhenald  Kasali selama ini.
Berikut link dan sebagian kutipan tulisannya:


"Kelihatannya para pemikir yang emosional lebih memilih tinggal dalam dunia lama yang konvensional, bukan mengambil keputusan untuk mengupgrade diri. Lebih spesifik lagi, tutup saja yang internasional, bukan sebaliknya,upgrade yang kelas ekonomi ke kelas eksekutif dengan fasilitas internasional dan bebaskan biayanya. Kita seperti tengah memiliki kesenangan baru, yaitu senang mengutuk pembaruan karena muak dengan ketidakadilan.

Dengan kata lain, kita tengah menerapkan ilmu hansip dari pada belajar management strategic yang andal. Hasilnya, ibarat “membidik kaki, tetapi yang tertembak justru kepala”. Saya sendiri lebih senang membuat pemerintah sulit ketimbang membuat rakyat menderita. Pemerintah jangan dibuat bekerja mudah seperti membiarkan sistem pendidikan gratis dalam mutu yang biasa-biasa saja.Paksalah buat yang bermutu tetapi gratis untuk rakyat.

Buatlah pemerintah lebih sulit dengan memperbaiki mutu, jangan justru menghapus yang bermutu kendati tahapannya masih baru awal. Dan seperti pepatah mengatakan, “Every beginning is difficult.It may look poor and ugly,but you’ll improve it!” Ketika RSBI dihapuskan, tugas pemerintah jelas lebih gampang
".


"Banyak pendidik dan penegak hukum yang tak menyadari bahwa kemampuan berbahasa Inggris tak bisa dibentuk hanya oleh mata pelajaran bahasa Inggris yang hanya mengajarkan grammar. Mengajarkan grammar sama dengan membentuk atlet hanya melalui teori olahraga. Tahu banyak, tapi tak bisa menggunakannya. Bahkan dengan bahasa yang diajarkan secara intensif sekalipun, kemampuannya berbahasa asing yang diajarkan dalam bangsa yang tak berbahasa itu paling tinggi hanya mampu menyerap sekitar 40 persen. Namun, apakah secara otomatis sebuah program internasional mampu menjadi seperti yang dikehendaki? Jawabnya sederhana saja, tak ada perubahan yang bisa dibangun dalam satu malam seperti legenda Sangkuriang. Dunia riil dibangun dengan pergulatan dan perkelahian-perkelahian intelektual, dan pertarungan managerial, yang membutuhkan bimbingan,coaching, pengendalian dan disiplin. Bayangkan saja apa jadinya bila suatu bangsa melakukan transformasi tanpa disiplin, tanpa kerelaan berkorban. Apalagi bila kecemburuan tinggi, dan orang-orang yang merasa ahli hanya ingin menjadi substitusi, bukan komplemen dari sebuah kekuatan yang dibangun bersama. 

Saya tidak tahu bangsa ini mau bergerak ke arah mana membangun masa depan, selain mengajak para ahli hukum dan politisi (termasuk aktivis guru) lebih terbuka menatap masa depan. Hidup terus bergerak ke depan, dan anak-anak kita berhak mendapatkan standar yang lebih baik dari apa yang pernah kita dapatkan. Dan saya tak akan diam menerima kenyataan ini. Kita harus terus membuka ruang, baik bagi anak-anak di kota, maupun yang terpinggirkan. Semua berhak mendapatkan peningkatan"


Khusus pada tulisan terakhir yang berjudul FLIPdan VUCA di  kolom Analisa halaman pertama Koran Seputar Indonesia edisi 21 Februari 2012 ,ketua MM UI ,pakar perubahan Prof Rhenald Kasali, P.hD menulis bahwa generasi  mendatang berada dalam bayang-bayang situasi VUCA( Volatility, Uncertainty, Complexity,dan Ambiguit)

Agar kita dan generasi mendatang tidak kebingungan dan tetap bisa eksis dalam situasi VUCA tersebut ,(katanya)kita  perlu mempraktikkan  strategi  FLIP;
  • memfokuskan pikiran dan tindakannya pada sasaran yang berdaya hasil tinggi (Focus), 
  • mendengarkan (Listen) siapa yang harus didengar (yang penting-penting dan berdaya hasil tinggi),
  • membangun keterlibatan yang luas dengan menghapus tradisi feodalisme atau kebiasaan bekerja pada silo masing-masing (Involvement), dan 
  • menjalin percakapan penuh arti dengan stakeholder secara personal, bahkan massal (Personalize).
Tapi yang bikin kita terperangah, pada akhir tulisannya  Rhenald Kasali membuat sinyalemen bahwa PEMBUBARAN RSBI tidak  lepas dari kepentingan 'barisan orang yang sakit hati,memiliki pengalaman luka bathin, enggan berubah, ". Masa sih ..?.

Pak Rhenald menulis begini  :
"Saya juga memiliki banyak pengalaman pribadi dalam menerima umpan balik masyarakat dari tulisan-tulisan yang saya angkat. Sebuah organisasi guru yang sangat vokal, misalnya mati-matian menolak gagasan-gagasan saya tentang perubahan pendidikan. Anehnya saya menduga pandangan mereka benar karena mereka adalah kumpulan guru-guru. Mereka jugalah yang memberi umpan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menghapuskan RSBI. Namun setelah saya dengarkan, dan pelajari ternyata mereka sebagian besar bukanlah guru.  Mereka hanya mewakili suara orang-orang iseng yang ingin eksis, ingin didengar, ingin terlihat pandai namun mempunyai goresan-goresan tajam luka batin yang tak jelas dari mana sumbernya. Mereka telah menjadi alat kaum “losers” yang takut kehilangan proyek-proyek buku atau pelatihan-pelatihan yang biasanya bisa didapat karena buruknya sistem pendidikan nasional. Tetapi demi impresi yang besar, orang-orang seperti itu dibiarkan menjadi "member" aktif dakam beberapa organisasi guru. Bayangkan apa jadinya bila pandangan oang-orang "sakit" diterima sebagai masukan penting oleh Mahkamah Konstitusi? Kalau para pengambil keputusan sudah genit ingin jadi presiden, maka bukan masa depan lagi yang akan dibangun, melainkan popularitas yang dapat dibaca dari "keras-tidaknya" aung-an kemarahan pada social media dan social TV.

Jadi berhati-hatilah dalam berselancar di atas papan selancar FLIP. Pilih mana yang harus difokuskan, bebaskan pemimpin dari kegenitan populis, pilih siapa yang harus didengar (dan perhatikan bahasa mereka), bangun keterlibatan yang sehat, serta jalin hubungan personal (customize). Bersiaplah memperbaharui kepemimpinan. Itulah FLIP untuk mengendalikan Volatilitas, Ketidakpastian, Kompleksitas dan Keragu-raguan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda